Hukum Internasional
Negara Sebagai Subjek Hukum
Internasional
Negara
merupakan subjek hukum terpenting dibanding dengan subjek hukum internasional
lainnya. Banyak sarjana yang memberikan definisi terhadap negara, antara lain :
C.
Humprey Wadlock yang memberi pengertian negara sebagai suatu lembaga (institution),
atau suatu wadah di mana manusia mencapai tujuan-tujuannya dan dapat
melaksanakan kegiatan-kegiatannya.
Sedangkan
Fenwich mendefinisikan negara sebagai suatu masyarakat politik yang
diorganisasikan secara tetap, menduduki suatu daerah tertentu, dan hidup dalam
batas-batas daerah tersebut, bebas dari negara lain, sehingga dapat bertindak
sebagai badan yang merdeka di muka bumi.
I Wayan
Parthiana menjelaskan negara adalah subjek hukum internasional yang memiliki
kemampuan penuh (full capacity) untuk mengadakan atau duduk sebagai
pihak dalam suatu perjanjian internasional.
Menurut
Henry C. Black, negara adalah sekumpulan orang yang secara permanen menempati
suatu wilayah yang tetap, diikat oleh ketentuan-ketentuan hukum (binding by
law), yang melalui pemerintahannya, mampu menjalankan kedaulatannya yang
merdeka dan mengawasi masyarakat dan harta bendanya dalam wilayah
perbatasannya, mampu menyatakan perang dan damai, serta mampu mengadakan
hubungan internasional dengan masyarakat internasional lainnya.
Dari sekian banyak definisi
yang dikemukakan para ahli, ada satu patokan standar atau unsur trandisional
dari suatu entitas untuk disebut sebagai negara, seperti yang tercantum dalam
Pasal 1 Konvensi Montevideo (Pan American) The Convention on
Rights and Duties of State of 1933.
The state is a person of international law should phases the following
qualifications :
a. Permanent population;
b. defined territory;
c. legal government; and
d. capacity to enter into international relations with the other states.
Hal itu dapat diterjemahkan
negara sebagai pribadi hukum internasional harus memiliki syarat-syarat sebagai
berikut: (a) penduduk yang tetap, (b) wilayah yang tertentu, (c) pemerintahan,
dan (d) kemampuan untuk melakukan hubungan-hubungan dengan negara lain.
Negara
memerlukan sejumlah organ untuk mewakili dan menyalurkan kehendaknya. Bagi
hukum internasional, suatu wilayah yang tidak memiliki pemerintahan dianggap
bukan negara dalam arti kata yang sebenarnya. Pemerintah adalah badan eksekutif
dalam negara yang dibentuk melalui prosedur konstitusional untuk
menyelenggarakan kegiatan-kegiatan yang ditugaskan rakyat
kepadanya. Pemerintahan adalah syarat utama dan terpenting untuk
eksistensi suatu negara. Tatanan organisasi dalam suatu negara diperlukan, yang
nantinya akan mengatur dan menjaga eksistensi negara tersebut, maka
pemerintahan mutlak harus ada dalam suatu negara. Pemerintahan yang harus ada
dalam suatu negara adalah pemerintahan yang stabil, memerintah menurut hukum
nasional negaranya, dan pemerintah tersebut haruslah terorganisir dengan baik (well
organized government)
Menurut
hukum internasional dan hubungan internasional, kecakapan negara dalam
melakukan hubungan internasional adalah suatu keharusan bagi suatu negara untuk
memperoleh keanggotaan masyarakat internasional dan subjek hukum internasional.
Hal inilah yang membedakan negara berdaulat dengan negara-negara bagian, atau
negara protektorat yang hanya mampu mengurus masalah dalam negerinya, tetapi
tidak dapat melakukan hubungan-hubungan internasional dan tidak diakui oleh
negara-negara lain sebagai subjek hukum internasional yang sepenuhnya
mandiri. Negara bukan pula harus identik dengan suatu ras, rumpun, atau
bangsa tertentu, meski identitas demikian mungkin juga ada. Hans Kelsen
mengemukakan bahwa negara hanyalah pemikiran teknis yang menyatakan bahwa
sekumpulan aturan-aturan hukum tertentu yang berdiam di wilayah teritorial
tertentu.
Negara
sebagai subjek hukum internasional merupakan pengemban hak dan kewajiban yang
diatur oleh hukum internasional, baik ditinjau secara faktual maupun secara
historis, dan hukum internasional itu sendiri adalah sebagaian besar terdiri
atas hubungan hukum antara negara dengan negara.
Upaya
masyarakat internasional mempersoalkan hak-hak dan kewajiban negara telah
dimulai sejak abad ke-17 dengan landasan teori kontrak sosial. Kemudian pada
tahun 1916, American Istitute of International Law (AIIL)
mengadakan seminar dan menghasilkanDeclaration of the Rights and Duties of
Nations, yang disusul dengan sebuah kajian yang berjudul Fundamental
Rights and Duties of American Republics, dan sampai diselesaikannya
Konvensi Montevideo tahun 1933. Hasil Konvensi Montevideo 1933 kemudian menjadi
rancangan deklarasi tentang Hak dan Kewajiban Negara-negara yang disusun oleh
Komisi Hukum Internasional (International Law Committee) Perserikatan
Bangsa-Bangsa pada tahun 1949. Namun komisi tersebut tidak pernah menghasilkan
urutan yang memuaskan negara-negara.
Deklarasi
prinsip-prinsip mengenai hak-hak dan kewajiban negara yang terkandung dalam
rancangan tersebut adalah sebagai berikut :
Hak-hak
negara :
1. Hak atas kemerdekaan (Pasal 1);
2. hak untuk melaksanakan jurisdiksi
terhadap wilayah, orang, dan benda yang berada dalam wilayahnya (Pasal 2);
3. hak untuk mendapatkan kedudukan
hukum yang sama dengan negara lain (Pasal 5);
4. hak untuk menjalankan pertahanan
diri sendiri atau kolektif (Pasal 12).
Kewajiban-kewajiban negara :
1. Kewajiban untuk tidak melakukan
intervensi terhadap masalah-masalah yang terjadi di negara lain (Pasal 3);
2. kewajiban untuk tidak menggerakan
pergolakan sipil di negara lain (Pasal 4);
3. kewajiban untuk memperlakukan semua
orang yang ada di wilayahnya dengan memperhatikan hak-hak asasi
manusia (Pasal 6);
4. kewajiban untuk menjaga wilayahnya
agar tidak membahayakan perdamaian dan keamanan internasional (Pasal 7);
5. kewajiban untuk menyelesaikan
sengketa secara damai (Pasal 8);
6. kewajiban untuk tidak menggunakan
kekuatan atau ancaman senjata (Pasal 9);
7. kewajiban untuk membantu
terlaksananya Pasal 9 di atas;
8. kewajiban untuk tidak mengakui
wilayah-wilayah yang diperoleh melalui cara-cara kekerasan (9 Pasal
12);
9. kewajiban untuk melaksanakan
kewajiban internasional dengan itikad baik (Pasal 13); dan
10. kewajiban untuk mengadakan hubungan dengan negara-negara
lain sesuai dengan hukum internasional (Pasal 14).
Hak-hak
dasar yang paling sering ditekankan adalah kemerdekaan dan persamaan kedudukan
negara-negara, jurisdiksi teritorial, dan hak untuk membela diri atau
menyelamatkan diri. Kewajiban dasar yang paling ditekankan adalah kewajiban
untuk tidak menggunakan perang sebagai alat melaksanaan kewajiban yang
digariskan dalam perjanjian dan kewajiban untuk tidak campur tangan dalam
urusan negara lain.
Comments