HUKUM AGRARIA: PENDAFTARAN TANAH
BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam pembangunan
nasional peranan tanah bagi pemenuhan berbagai keperluan akan meningkat, baik
sebagai tempat bermukim atau untuk kegiatan usaha. Sehubungan dengan itu kan
meningkat pula kebutuhan akan dukungan berupa jaminan kepastian hukum dibidang
pertanahan. Pemberian jaminan hukum dibidang pertanahan, pertama-tama
memerlukan tersediamya perangkat hukum yang tertulis, lengkap dan jelas. Selain
itu dalam mengahadapi kasus-kasus kongkrit diperlukan juga terselenggaranya
pendaftaran tanah yang memungkinkan bagi para pemegang atas tanah untuk dengan
mudah membuktikan hak atas tanah yang dikuasainya.
Dalam rangka
meningkatkan dukungan yang lebih baik pada pembangunan nasional dengan
memberikan kepastian hukum dibidang pertanahan juga untuk menghimpun dan
menyajikan informasi yang lengkap mengenai data fisik dan data yuridis mengenai
bidang tanah yang bersangkutan. Guna menjamin kepastian hukum di bidang
penguasaan dan pemilikan tanah faktor kepastian letak dan batas tiap bidang
tanah tidak dapat diabaikan.
Sejalan dengan laju
pertumbuhan penduduk dan perkembangan pembangunan disegala bidang, sementara kesediaan
tanah relatif tetap, sehingga permasalahan di pertanahan makin meningkat pula.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut upaya yang dilakukan pemerintah adalah
dengan menyelengarakan pendaftaran tanah yang bertujuan memberikan kepastian
hukum kepada tanah-tanah yang dimohonkan haknya bagi keperluan perseorangan,
badan hukum, swasta maupun bagi kepentingan instansi pemerintah.
B. RUMUSAN MASALAH
Apa saja dasar hukum,
tujuan serta proses-proses pendaftaran tanah?
C. TUJUAN
Untuk mengetahui apa
dasar hokum pengurusan tanah dan mengapa kita perlu mendaftarkan tanah serta
mengetahui bagaimana proses-proses pendaftarannya
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pendaftaran Tanah
Dalam pembangunan
jangka panjang kedua peranan tanah bagi pemenuhan berbagai keperluan akan meningkat,
baik sebagai tempat bermukim maupun untuk kegiatan usaha. Sehubungan dengan itu
akan meningkat pula kebutuhan akan dukungan berupa jaminan kepastian hukum
dibidang pertanahan. Pemberian jaminan kepastian hukum dibidang pertanahan,
pertama-tama memerlukan tersedianya perangkat hukum yang tertulis, lengkap dan
jelas, yang dilaksanakan secara konsisten sesuai dengan jiwa isi
ketentuan-ketentuanya. Selain itu dalam menghadapi kasus-kasus kongkret
diperlukan juga terselenggaranya pendaftaran tanah, yang memungkinkan bagi para
para pemegang hak atas tanah untuk dengan mudah membuktikan haknya atas tanah
yang dikuasainya, dan bagi para pemegang hak yang berkepentingan, seperti calon
pembeli dan calon kreditor, untuk memperoleh keterangan yang diperlukan mengenai
tanah yang menjadi objek perbuatan hukum yang akan dilakukan, serta bagi
pemerintah untuk melaksanakan kebijaksanaan pertanahanya. Sehubungan dengan itu
Undang-Undang Pokok Agraria memerintahkan di selenggarakanya pendaftaran tanah
dalam rangka menjamin kepastian hukum.
Pada tanggal 8 Juli
1997 ditetapkan dan diundangkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun1997 tentang
pendaftaran tanah menggantikan Peraturan Pemerintah nomor 10 Tahun 1961 yang
sejak tahun 1961 mengatur pelaksanaan pendaftaran tanah sebagaimana
diperintahkan oleh Pasal 19 Undang-Undang pokok Agraria.
Menurut Peraturan
Pemerintah nomor 24 Tahun 1997 Pasal 1, Pendaftaran Tanah adalah rangkaian
kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan,
dan teratur meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, penyajian, serta
pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar,
mengenai bidang-bidang tanah dan satuan rumah susun, termasuk pemberian surat
tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik
atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.
Dalam pelaksanaan
pendaftaran tanah meliputi pendaftaran tanah untuk pertama kali dan
pemeliharaan data pendaftaran tanah Pasal 11. Adapun pengertian pendaftaran
tanah untuk pertama kali adalah kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan
secara serentak terhadap obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar
berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah.
Pendaftaran pertama
kali dilaksanakan melalui pendaftaran tanah secara sistematik dan pendaftaran
tanah secara sporadik.
Pendaftaran tanah
secara sistematik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang
dilakukan secara serentak yang meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang
belum didaftar dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa atau
kelurahan.Pendaftaran tanah secara sistematik diselenggarakan atas prakarsa
Pemerintah berdasarkan pada suatu rencana kerja jangka panjang dan tahunan
serta dilaksanakan di wilayah-wilayah yang ditetapkan oleh Mentri Negara
Agraria atau Kepala Badan Pertanahan Nasional. Dalam hal suatu desa atau
kelurahan belum ditetapkan sebagai wilayah pendaftaran secara sistematik,
pendaftarannya dilakukan melalui pendaftaran tanah secara sporadik.
Pendaftaran tanah
secara sporadik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai
satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah
suatu desa atau kelurahan secara individual atau massal. Pendaftaran tanah
secara sporadik dilaksanakan atas permintaan pihak yang berkepentingan, yaitu
pihak yang berhak atas objek pendaftaran tanah yang bersangkutan atau kuasanya.
B. Dasar hukum
pendaftaran tanah
Adapun dasar Hukum
Pendaftaran tanah
1. Undang – Undang
nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
2. Peraturan Pemerintah
nomor 24 tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah;
3. Peraturan Pemerintah
nomor 46 tahun 2002 tenang Tarif Atas jenis penerimaan Negara Bukan Pajak Yang
Berlaku di Badan Pertanahan Nasional.
4. Peraturan Menteri
Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor 3 tahun 1997 tentang kententuan
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah nomor 24 tahun 1997.
C. Tujuan pendaftaran
tanah
Berdasarkan Pasal 19
ayat 1 Undang-Undang Pokok Agraria pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah
nomor 10 Tahun 1961 disempurnakan dengan Peraturan Pemerintah nomor 24 Tahun
1997. dalam Peraturan Pemerintah nomor 24 Tahun 1997 telah diatur dalam Pasal 3
yaitu tujuan dari pendaftaran tanah :
1. Memberikan kepastian
hukum dan perlindungan kepada pemegang hak atas suatu bidag tanah, satuan rumah
susun dan hak – hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan
dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan (Pasal 19 UUPA).
2. Menyediakan
informasi kepada pihak – pihak yang berkepentingan termasuk Pemerintah agar
dengan mudah dapat memperoleh data yang di perlukan dalam mengadakan perbuatan
hukum mengenai bidang – bidang tanah dan satuan rumah susun yang sudah
terdaftar.
3. Terselenggaranya
tertib administrasi pertanahan.
Untuk memberikan
kepastian dan perlindungan hukum maka kepada pemegang hak atas tanah di berikan
suatu bukti hak yang disebut dengan sertifikat hak atas tanah, sedangkan untuk
melaksanakan fungsi informasi, data yang berkaitan dengan aspek fisik dan
yuridis dari bidang – bidang tanah yang sudah terdaftar terbuka untuk umum.
Dalam hal mencapai tujuan tertib administrasi pertanahan, maka setiap bidang
atau satuan rumah susun, termasuk peralihan, pembebanan dan hapusnya hak atas
bidang tanah dan hak milik atas satuan rumah susun wajib didaftar.
D. Penyelenggaraan
Pendaftaran Tanah
Berdasarkan Peraturan
Pemerintah nomor 24 Tahun 1997 Pasal 5 dan Pasal 6 pendaftaran tanah
diselenggarakan oleh Badan Pertanahan Nasional.
Dalam rangka
penyelenggaraan pendaftaran tanah dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan,
kecuali kegiatan-kegiatan tertentu yang oleh peraturan pemerintah ini atau
perundang-undangan yang bersangkutan ditugaskan kepada pejabat lain. Dalam
melaksanakan pendaftaran tanah Kepala Kantor Pertanahan dibantu oleh pejabat
pembuat akte tanah PPAT dan pejabat lain yang ditugaskan untuk melaksanakan
kegiatan-kegiatan tertentu menurut peraturan Pemerintah ini dan peraturan
perundang-undangan yang bersangkutan.
Penyelenggaraan
pendaftaran tanah dalam garis besar meliputi kegiatan pendaftaran tanah untuk
pertama kali dan pemeliharaan data pendaftaran tanah (dalam PP Nomor 10 tahun
1961). Kedua hal tersebut sama pentingnya karena kekurang perhatian terhadap
salah satu dari keduanya akan mendatangkan hal-hal yang tidak diharapkan
dikemudian hari.
E. Satuan Wilayah dan
Pelaksanaan Pendaftaran tanah
1. Satuan wilayah
pendaftaran tanah
Satuan wilayah tata
usaha pendaftaran tanah adalah desa atau kelurahan yang merupakan wilayah
pemerintah desa atau kelurahan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah
nomor 73 tahun 2005 tentang pemerintah desa. Satuan wilayah pendaftaran tanah
tata usaha Pendaftaran Tanah bagi kegiatan pendaftaran tanah hak guna usaha,
hak pengelolaan, hak tanggungan, dan tanah Negara adalah kabupaten dan kota,
karena pada umumnya area hak guna usaha, hak pengelolaan, dan tanah Negara,
serta obyek hak tanggungan dapat meliputi beberapa desa atau kelurahan.
Dalam ketentuan
Peraturan Pemerintah nmor 10 tahun 1961, satuan wilayah tata usaha pendaftaran
tanah adalah:
a. Desa atau Kelurahan
b. Khususnya untuk
pendaftaran tanah hak guna usaha, hak pengelolaan, hak tanggungan dan tanah
negara satuan wilayah pendaftarannya adalah Kabupaten.
2. Pelaksanaan
Pendaftaran Tanah
Pelaksanaan pendaftaran
tanah dilaksanakan secara bertahap mulai dari pengumpulan dan pengolahan data
fisik sampai dengan penyimpanan daftar umum dan dokumen. Dalam Pasal 12 ayat 1
Peraturan Pemerintah nomor 24 tahun 1997 di jelaskan kegiatan-kegiatan yang
harus dilakukan dalam proses pendaftaran tanah yaitu
A. Pengumpulan dan
pengolahan data fisik,meliputi
1) Pembuatan peta dasar
pendaftaran
a. Peta dasar
pendaftaran merupakan peta dasar untuk pembuatan peta pendaftaran tanah yang
memuat titik dasar teknik dan unsur-unsur geografis.
b. Peta pendaftaran
tanah adalah peta yang menggambarkan bidang-bidang tanah untuk keperluan
pembukuan tanah (Buku Tanahà memuat data yuridis dan data fisik yang sudah ada
haknya)
c. Kegiatan pendaftaran
sistematik dimulai dengan pembuatan peta dasar, dimana pengukurannya memerlukan
titik dasar teknik.
2) Penetapan batas
bidang-bidang tanah
a. Penetapan Batas
Bidang Tanah didasarkan pada kesepakatan pihak yang bersangkutan
(Contradictoire Delemitatie), dimana kegiatan tersebut meliputi :
1. Menentukan
batas-batas yang bersebalahan dengan pemilik atas tanah yang bersebelahan
2. Penentuan tanda
batas (berupa patok)
3. Pengukuran dan
pemetaan bidang tanah
b. Penetapan batas
bidang tanah dilakukan oleh :
1. Panita Ajudikasi
untuk pendaftaran tanah sistematik
2. Kepala Kantor atau
pegawai Kantor Pertanahan yang ditugaskan untuk pendaftaran tanah sporadik
c. Penetapan batas
dituangkan dalam Risalah Penelitian Data Yuridis dan Penetapan Batas atau
Daftar Isian 201 yaitu dapat meliputi :
Letak Tanah, Informasi
Subyek, Sketsa bidang tanah, Persetujuan batas bidang oleh tetangga,
Bukti-bukti kepemilikan, bukti perpajakan, riwayat tanah, jenis bangunan,
status tanah, dll sampai kepada kesimpulan yuridis mengenai pemilik, status
tanah, dan kelengkapan alat bukti
d. Apabila terjadi
Sengketa Batas batas, maka prosesnya dilakukan oleh Panitia Ajudikasi atau
Kepala Kantor Pertanahan atau petugas pengukuran yang ditunjuk dalam
pendaftaran tanah secara sporadik untuk berusaha menyelesaikan secara damai
melalui musyawarah antara pemegang hak atas tanah yang berbatasan, apabila
berhasil dituangkan dalam Risalah Penyelesaian Sengketa Batas.
e. Apabila tidak
berhasil, maka ditetapkan batas sementara berdasarkan data yang telah ada dan
dicatat dalam gambar ukur, kemudian pihak yang merasa keberatan diberitahukan
secara tertulis untuk mengajukan gugatan ke pengadilan.
f. Bentuk, ukuran dan
teknis penempatan tanda batas ditetapkan oleh menteri yaitu diantaranya :
- Peraturan Menteri
Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 1997 tentang
Pemetaan Penggunaan Tanah Pedesaan, Penggunaan tanah perkotaan, Kemampuan Tanah
dan Penggunaan Simbol/Warna untuk Penyajian dalam Peta
- Peraturan Menteri
Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 tahun 1997 tentang
Ketentuan Pelaksanaan Pendaftaran Tanah
3) Pengukuran dan
pemetaan bidang-bidang tanah dan pembutan peta pendaftaran
• Pengukuran dan
pemetaan à Sistematik dan Sporadik
• metode Pengukuran
dapat meliputi :
– Poligon
– Perpotongan ke Muka
– Perpotongan ke
Belakang
– Triangulasi
– Trilaterasi
• Metode perhitungan
luas
– Metode Grafis (Grid,
Segitiga)
– Metode Koordinat
4) pembuatan daftar
tanah
• Daftar tanah adalah
dokumen dalam bentuk daftar yang memuat identitas bidang tanah dengan suatu
sistem penomoran.
• Bidang-bidang tanah
yang sudah dipetakan atau dibubuhkan nomor pendaftarannya pada peta
pendaftaran, dibukukan dalam daftar tanah
5) Pembuatan surat ukur
• Surat Ukur adalah
dokumen yang memuat data fisik suatu bidang tanah dalam bentuk peta dan uraian.
• Surat ukur diperlukan
untuk keperluan pendaftaran haknya
B. Pembuktian hak dan
pembukuannya, meliputi
1. Pembuktian Hak Baru,
dibuktikan dengan
a) Penetapan pemberian
hak dari Pejabat menurut ketentuan yang berlaku yang berwenang untuk hak-hak
dari tanah Negara atau hak pengelolaan.
b) Akta PPAT asli yang
memuat pemberian hak
2. Pembuktian Hak Lama
a) Bukti-bukti tertulis
(sertifikat, setoran pajak, dll)
b) Keterangan saksi
c) Atas dasar
penelitian riwayat oleh Panitia Ajudikasi / Kepala Kantor
3. pembukuannya
a) Pembukuan Hak dalam
buku tanah serta pencatatannya pada surat ukur.
b) Setelah pembukuan
Hak kemudian diterbitkan sertifikat.
C. Penerbitan
sertifikat
Sertifikat diterbitkan
untuk kepentingan pemegang hak yang bersangkutan sesuai dengan data fisik dan
data yuridis yang telah didaftar dalam buku tanah. (Budi Harsono 2003 : 503)
D. Penyajian data fisik
dan data yuridis
Dalam rangka penyajian
data fisik dan data yuridis, Kantor Pertanahan menyelenggarakan tata usaha
pendaftaran tanah dalam daftar umum yang terdiri dari :
1) Peta pendaftaran
2) Daftar tanah
3) Surat ukur
4) Buku tanah
5) Daftar nama (Budi
Harsono 2003 : 507)
E. Penyimpanan daftar
umum dan dokumen
Dokumen-dokumen yang
merupakan alat pembuktian yang telah digunakan sebagai dasar pendaftaran diberi
tanda pengenal dan disimpan di Kantor Pertanahan yang bersangkutan atau tempat
lain yang ditetapkan oleh mentri, sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari
daftar umum. (Budi Harsono 2003 : 508)
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pendaftaran tanah
adalah sesuatu yang penting dalam kepemilikan tanah karena Berdasarkan Pasal 19
ayat 1 Undang-Undang Pokok Agraria pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah
nomor 10 Tahun 1961 disempurnakan dengan Peraturan Pemerintah nomor 24 Tahun
1997. dalam Peraturan Pemerintah nomor 24 Tahun 1997 telah diatur dalam Pasal 3
yaitu tujuan dari pendaftaran tanah :
1. Memberikan kepastian
hukum dan perlindungan kepada pemegang hak atas suatu bidag tanah, satuan rumah
susun dan hak – hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan
dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan (Pasal 19 UUPA).
2. Menyediakan
informasi kepada pihak – pihak yang berkepentingan termasuk Pemerintah agar
dengan mudah dapat memperoleh data yang di perlukan dalam mengadakan perbuatan
hukum mengenai bidang – bidang tanah dan satuan rumah susun yang sudah
terdaftar.
3. Terselenggaranya
tertib administrasi pertanahan.
Dengan adanya
pendaftaran tanah maka sengketa tanah dapat di hindari karena pemilik tanah
mendapat perlindungan hokum dari pemerintah karena tanah merupakan sesuatu yang
sangat penting di modern ini dan merupakan suatu investasi yang sangat berharga
dan kadang dapat menimbulkan perselisihan bahkan pertumpahan darah. Maka dari
itu lahirlah UUPA yang merupakan peraturan yang di harapkan dapat menyelesaikan
persoalan mengenai pertanahan.
B. SARAN DAN KRITIK
- Bagi pemerintah kami
menyarankan agar peraturan agraria bisa betul-betul mewadahi seluruh
kepentingan pemilik tanah tanpa terkecuali dan betul-betul bisa mengatasi
masalah persengketaan tanah yang selama ini terjadi karena kepemilikan ganda
sertifikat tanah
- Bagi pembaca kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun yang mungkin bisa berguna dalam
proses tata cara pendaftaran tanah maupun perbaikan isi makalah ini, karena
kami sadar bahwa masih banyak kekurangan dalam makalah ini dan keterbatasan
ilmu kami dalam bidang Politik Hukum Agraria
Comments