SISTEM HUKUM ANGLO SAXON DAN SISTEM HUKUM EROPA KONTINENTAL (PHI)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Hukum adalah sekumpulan
peraturan yang berisi perintah dan larangan yang dibuat oleh pihak yang
berwenang sehingga dapat dipaksakan pemberlakuannya berfungsi untuk mengatur
masyarakat demi terciptanya ketertiban disertai dengan sanksi bagi pelanggarnya
Salah satu bidang hukum yang mengatur hak
dan kewajiban yang dimiliki pada subyek hukum
dan hubungan antara subyek hukum. Hukum perdata
disebut pula hukum
privat atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik. Jika hukum publik
mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara serta
kepentingan umum (misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari
(hukum administrasi atau tata usaha negara),
kejahatan (hukum pidana), maka hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk
atau warga negara
sehari-hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian,
kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang
bersifat perdata lainnya.
Ada beberapa sistem hukum yang berlaku di dunia dan perbedaan sistem
hukum tersebut juga memengaruhi bidang hukum perdata, antara lain sistem hukum Anglo-Saxon
(yaitu sistem hukum yang berlaku di Kerajaan
Inggris Raya dan negara-negara persemakmuran atau negara-negara yang
terpengaruh oleh Inggris,
misalnya Amerika Serikat), sistem hukum Eropa
kontinental, sistem hukum komunis, sistem hukum Islam
dan sistem-sistem hukum lainnya. Hukum perdata di Indonesia didasarkan pada
hukum perdata di Belanda,
khususnya hukum perdata Belanda pada masa penjajahan.
Nah, pada pembahasan makalah ini
saya akan membahas tentang “sistem hukum Anglo saxon dan sistem hukum
eropa kontinental”
B. Rumusan masalah
1.
Bagaimana sejarah singkat sistem hukum anglo saxon dan sistem hukum
eropa kontinental?
2.
Apa definisi dari sistem hukum anglo saxon dan sistem hukum eropa
kontinental?
3.
Apa saja perbedaan sistem hukum anglo saxon dengan sistem hukum eropa
kontinental?
BAB II
PEMBAHASAN
1. Sistem Hukum Anglo Saxon
A.
Sejarah Singkat Sistem Hukum
Anglo Saxon
David
dan Brierly (dalam Soerjono Soekanto, 1986 : 302) membuat periodisasi Common
Law ke dalam tahapan sebagai berikut :
- Sebelum Penaklukan Norman di tahun 1066;
- Periode kedua membentang dari 1066 sampai ke penggabungan Tudors (1485). Pada periode ini berlangsunglah pembentukan Common Law, yaitu penerapan sistem hukum tersebut secara luas dengan menyisihkan kaidah-kaidah lokal;
- Dari tahun 1485 sampai 1832. Pada periode ini berkembanglah suatu sistem kaidah lain yang disebut “kaidah equity”. Sistem kaidah ini berkembang di samping Common Law dengan fungsi melengkapi dan pada waktu-waktu tertentu juga menyaingi Common Law.
- Dari tahun 1832 sampai sekarang. Ini merupakan periode modern bagi Common Law. Pada periode ini ia mengalami perkembangan dalam penggunaan hukum yang dibuat atau perundang-undangan. Ia tidak bisa lagi hanya mengandalkan pada perkembangan yang tradisional. Untuk menghadapi kehidupan modern, Common Law semakin menerima campur tangan pemerintah dan badan-badan administrasi.
Common
law, berbeda dengan kebiasaan yang berlaku lokal, adalah hukum yang berlaku
untuk dan di seluruh Inggris. Tetapi keadaan atau deskripsi yang demikian itu
belum terjadi pada tahun 1066, seperti dapat dilihat pada periodisasi di muka.
“The assemblies of free men” yang disebut Country of Hendred Courts hanya
menerapkan kebiasaan-kebiasaan lokal. Pembinaan suatu hukum yang berlaku untuk
seluruh negeri merupakan karya yang semata-mata dilakukan oleh the royal courts
of justice, biasanya disebut The Courts of Westminster. Nama ini dipakai sesuai
dengan tempat mereka bersidang sejak abad ketiga belas.
Kekuasaaan raja sebagai
hakim yang memegang kedaulatan bagi seluruh negeri makin bertumbuh. Lambat laun
rakyat memandang ke pengadilan kerajaan itu lebih dari pengadilan-pengadilan
yang lain dan membawa sengketanya ke royal courts tersebut. Didorong oleh
kebutuhan, maka pengadilan raja itupun mengembangkan prosedur modern dan
menyerahkan penyelesaian perkara kepada pertimbangan juri. Sementara itu
pengadilan-pengadilan lain tetap menggunakan prosedur yang sudah kuno. Secara
pelan-pelan pengadilan kerajaan memperluas yurisdiksinya dan pada penghujung
abad pertengahan, ia pada kenyataannya merupakan satu-satunya pengadilan di
Inggris. Pengadilan feodal, seperti juga the Hundred Courts, makin menghilang;
pengadilan setempat dan pengadilan dagang hanya menangani kasus-kasus kecil;
pengadilan gereja hanya mengurusi perkara yang berhubungan dengan agama dan
disiplin para pejabat gereja.
Sistem
hukum ini berkembang dan berlaku pada negara-negara bekas jajahan Inggris,
terutama di Amerika Serikat namun tetap dipengaruhi oleh keadaan sistem sosial
yang dianut oleh masing-masing negara jajahan tersebut.
Sistem
hukum ini mengandung kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya hukum anglo saxon
yang tidak tertulis ini lebih memiliki sifat yang fleksibel dan sanggup
menyesuaikan dengan perkembangan zaman dan masyarakatnya karena hukum-hukum
yang diberlakukan adalah hukum tidak tertulis (Common law). Kelemahannya, unsur
kepastian hukum kurang terjamin dengan baik, karena dasar hukum untuk
menyelesaikan perkara/masalah diambil dari hukum kebiasaan masyarakat/hukum
adat yang tidak tertulis.
B.
Definisi sistem hukum anglo saxon
Nama lain dari sistem hukum
Anglo-Saxon adalah “Anglo Amerika”
atau Common Law”. Merupakan sistem hukum yang berasal dari Inggris yang
kemudian menyebar ke Amerika Serikat dan negara-negara bekas jajahannya. Kata “Anglo Saxon” berasal dari nama bangsa yaitu
bangsa Angel-Sakson yang pernah menyerang sekaligus menjajah Inggris yang
kemudian ditaklukan oleh Hertog Normandia, William. William mempertahankan
hukum kebiasaan masyarakat pribumi dengan memasukkannya juga unsur-unsur hukum
yang berasal dari sistem hukum Eropa Kontinental.
Nama
Anglo-Saxon, sejak abad ke-8 lazim dipakai untuk menyebut penduduk Britania
Raya, yakni bangsa Germania yang berasal dari suku-suku Anglia, Saks, dan Yut.
Konon, pada tahun 400 M mereka menyeberang dari Jerman Timur dan Skandinavia
Selatan untuk menaklukkan bangsa Kelt, lantas mendirikan 7 kerajaan kecil yang
disebut Heptarchi. Mereka dinasranikan antara 596-655 M.
Sistem
hukum anglo saxon merupakan suatu sistem hukum yang didasarkan pada yurispudensi, yaitu
keputusan-keputusan hakim terdahulu yang kemudian menjadi dasar putusan
hakim-hakim selanjutnya. Sistem Hukum Anglo Saxon cenderung lebih mengutamakan
hukum kebiasaan, hukum yang berjalan dinamis sejalan dengan dinamika
masyarakat. Pembentukan hukum melalui lembaga peradilan dengan sistem
jurisprudensi dianggap lebih baik agar hukum selalu sejalan dengan rasa
keadilan dan kemanfaatan yang dirasakan oleh masyarakat secara nyata.Sistem hukum ini diterapkan di Irlandia,
Inggris, Australia, Selandia Baru, Afrika Selatan, Kanada (kecuali Provinsi
Quebec) dan Amerika Serikat (walaupun negara bagian Louisiana mempergunakan
sistem hukum ini bersamaan dengan sistim hukum Eropa Kontinental Napoleon).
Selain negara-negara tersebut, beberapa negara lain juga menerapkan sistem
hukum Anglo-Saxon campuran, misalnya Pakistan, India dan Nigeria yang
menerapkan sebagian besar sistem hukum Anglo saxon, namun juga memberlakukan hukum adat dan hukum agama.
Putusan hakim/pengadilan merupakan Sumber hukum dalam sistem
hukum Anglo saxon. Dalam sistem
hukum ini peranan yang diberikan kepada seorang hakim sangat luas. Hakim
berfungsi tidak hanya sebagai pihak yang bertugas menetapkan dan menafsirkan
peraturan-peraturan hukum saja. Hakim juga berperan besar dalam membentuk
seluruh tata kehidupan masyarakat . Hakim mempunyai wewenang yang sangat luas
untuk menafsirkan peraturan hukum yang berlaku. Selain itu, bisa menciptakan
hukum baru yang akan menjadi pegangan bagi hakim-hakim lain untuk menyelesaikan
perkara sejenis. Sistem hukum ini
menganut doktrin yang dikenal dengan nama ”the doctrine of precedent / Stare
Decisis”. Doktrin ini pada intinya menyatakan bahwa dalam memutuskan suatu
perkara, seorang hakim harus mendasarkan putusannya pada prinsip hukum yang
sudah ada dalam putusan hakim lain dari perkara sejenis sebelumnya (preseden).
Dalam
perkembangannya, sistem hukum ini mengenal pembagian hukum publik dan hukum
privat. Hukum privat dalam sistem hukum ini lebih ditujukan pada kaidah-kaidah
hukum tentang hak milik, hukum tentang orang, hukum perjanjian dan tentang
perbuatan melawan hukum. Hukum publik mencakup peraturan-peraturan hukum yang
mengatur kekuasaan dan wewenang penguasa/negara serta hubungan-hubungan antara
masyarakat dan negara. Sistem hukum ini
mengandung kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya hukum anglo saxon yang tidak
tertulis ini lebih memiliki sifat yang fleksibel dan sanggup menyesuaikan
dengan perkembangan zaman dan masyarakatnya karena hukum-hukum yang
diberlakukan adalah hukum tidak tertulis (Common law). Kelemahannya, unsur
kepastian hukum kurang terjamin dengan baik, karena dasar hukum untuk
menyelesaikan perkara/masalah diambil dari hukum kebiasaan masyarakat/hukum
adat yang tidak tertulis.
C. Sistem Hukum Eropa Kontinental
A. Sejarah Singkat Sistem Hukum Eropa
Kontinental
Asal usul sistem Hukum Eropa Kontinental berasal dari Hukum Romawi Kuno
sebagai modalnya. Sistem hukum ini muncul pada abad ke-13 di Jerman dan sejak saat itu senantiasa mengalami
perkembangan, perubahan, atau menjalani suatu evolusi. Selama evolusi ini yang
mengalami penyempurnaan yaitu menyesuaikan kepada tuntutan dan kebutuhan
masyarakat yang berubah sehingga disebut juga sistem Hukum Romawi Jerman.
Pengkajian hukum Romawi di universitas menjadikan hukum romawi sebagai
hukum yang dimodernisasi untuk menghadapi zamannya. Dalam pengkajian ini
didominasi oleh pemikiran mazhab hukum alam.
Sistem hukum eropa kontinental cenderung aksiomatik dan kepada hukum yang
dibuat secara sadar oleh manusia atau hukum perundang-undangan.
Sistem hukum ini mula-mula berlaku di daratan eropa barat yaitu di Jerman
kemudian ke Prancis dan selanjutnya ke Belanda kemudian di negara-negara
sekitarnya. Belanda yang pernah menjajah bangsa Indonesia membawa sistem hukum
ini dan memberlakukannya di seluruh wilayah jajahannya.
Sistem hukum ini memiliki segi positif dan negatif. Segi positifnya adalah
hampir semua aspek kehidupan masyarakat serta sengketa-sengketa yang terjadi
telah tersedia undang-undang/hukum tertulis, sehingga kasus-kasus yang timbul
dapat diselesaikan dengan mudah, disamping itu dengan telah tersedianya
berbagai jenis hukum tertulis akan lebih menjamin adanya kepastian hukum dalam
proses penyelesaiannya. Sedang segi negatifnya, banyak kasus yang timbul
sebagai akibat dari kemajuan zaman dan peradaban manusia, tidak tersedia
undang-undangnya. Sehingga kasus ini tidak dapat diselesaikan di pengadilan.
Hukum tertulis pada suatu saat akan ketinggalan zaman karena sifat statisnya.
Oleh karena itu, sistem hukum ini tidak menjadi dinamis dan penerapannya
cenderung kaku karena tugas hakim hanya sekedar sebagai alat undang-undang.
Hakim tak ubahnya sebagai abdi undang-undang yang tidak memiliki kewenangan
melakukan penafsiran guna mendapatkan nilai keadilan yang sesungguhnya.
B. Definisi
Sistem Hukum Eropa Kontinental
Sistem hukum ini berkembang di
negara- negara Eropa daratan dan sering disebut sebagai “Civil Law” yang semula
berasal dari kodifikasi hukum yang berlaku di kekaisaran romawi pada masa
pemerintahan Kaisar justinianus abad VI sebelum masehi.
Sistem Civil Law mempunyai
tiga karakteristik, yaitu adanya kodifikasi, hakim tidak terikat kepada
preseden sehingga undang-undang menjadi sumber hukum yang terutama, dan sistem
peradilan bersifat inkuisitorial. Karakteristik utama yang menjadi dasar sistem
Hukum Civil Law adalah hukum memperoleh kekuatan mengikat, karena diwujudkan
dalam peraturan-peraturan yang berbentuk undang-undang dan tersusun secara
sistematik di dalam kodifikasi. Karakteristik dasar ini dianut mengingat bahwa
nilai utama yang merupakan tujuan hukum adalah kepastian hukum. Kepastian hukum
hanya dapat diwujudkan kalau tindakan-tindakan hukum manusia dalam pergaulan
hidup diatur dengan peraturan-peraturan hukum tertulis. Dengan tujuan hukum itu
dan berdasarkan sistem hukum yang dianut, hakim tidak dapat leluasa menciptakan
hukum yang mempunyai kekuatan mengikat umum. Hakim hanya berfungsi menetapkan
dan menafsirkan peraturan-peraturan dalam batas-batas wewenangnya. Putusan
seorang hakim dalam suatu perkara hanya mengikat para pihak yang berperkara
saja ( Doktrins Res Ajudicata).
Karakteristik kedua pada sistem Civil Law tidak dapat dilepaskan dari
ajaran pemisahan kekusaan yang mengilhami terjadinya Revolusi Perancis. Menurut
Paul Scolten, bahwa maksud sesungguhnya pengorganisasian organ-organ negara
Belanda adalah adanya pemisahan antara kekuasaan pembuatan undang-undang,
kekuasaan peradilan, dan sistem kasasi adalah tidak dimungkinkannya kekuasaan
yang satu mencampuri urusan kekuasaan lainnya. Penganut sistem Civil Law
memberi keleluasaan yang besar bagi hakim untuk memutus perkara tanpa perlu
meneladani putusan-putusan hakim terdahulu. Yang menjadi pegangan hakim adalah
aturan yang dibuat oleh parlemen, yaitu undang-undang.
Karakteristik ketiga pada
sistem hukum Civil Law adalah apa yang oleh Lawrence Friedman disebut sebagai
digunakannya sistem Inkuisitorial dalam peradilan. Di dalam sistem itu, hakim
mempunyai peranan yang besar dalam mengarahkan dan memutuskan perkara; hakim
aktif dalam menemukan fakta dan cermat dalam menilai alat bukti. Menurut
pengamatan Friedman, hakim di dalam sistem hukum Civil Law berusaha untuk
mendapatkan gambaran lengkap dari peristiwa yang dihadapinya sejak awal. Sistem
ini mengandalkan profesionalisme dan kejujuran hakim.
Bentuk-bentuk sumber hukum
dalam arti formal dalam sistem hukum Civil Law berupa peraturan
perundang-undangan, kebiasaan-kebiasaan, dan yurisprudensi. Dalam rangka
menemukan keadilan, para yuris dan lembaga-lembaga yudisial maupun
quasi-judisial merujuk kepada sumber-sumber tersebut. Dari sumber-sumber itu,
yang menjadi rujukan pertama dalam tradisi sistem hukum Civil Law adalah
peraturan perundang-undangan. Negara-negara penganut civil law menempatkan konstitusi
pada urutan tertinggi dalam hirarki peraturan perundang-undangan. Semua negara
penganut civil law mempunyai konstitusi tertulis.
Dalam perkembangannya, sistem
hukum ini mengenal pembagian hukum publik dan hukum privat. Hukum publik
mencakup peraturan-peraturan hukum yang mengatur kekuasaan dan wewenang
penguasa/negara serta hubungan-hubungan antara masyarakat dan negara (sama
dengan hukum publik di sistem hukum Anglo-Saxon). Hukum Privat mencakup
peraturan-peraturan hukum yang mengatur tentang hubungan antara
individu-individu dalam memenuhi kebutuhan hidup demi hidupnya.
Sistem hukum ini memiliki segi
positif dan negatif. Segi positifnya adalah hampir semua aspek kehidupan
masyarakat serta sengketa-sengketa yang terjadi telah tersedia
undang-undang/hukum tertulis, sehingga kasus-kasus yang timbul dapat
diselesaikan dengan mudah, disamping itu dengan telah tersedianya berbagai
jenis hukum tertulis akan lebih menjamin adanya kepastian hukum dalam proses
penyelesaiannya. Sedang segi negatifnya, banyak kasus yang timbul sebagai
akibat dari kemajuan zaman dan peradaban manusia, tidak tersedia
undang-undangnya. Sehingga kasus ini tidak dapat diselesaikan di pengadilan.
Hukum tertulis pada suatu saat akan ketinggalan zaman karena sifat statisnya.
Oleh karena itu, sistem hukum ini tidak menjadi dinamis dan penerapannya
cenderung kaku karena tugas hakim hanya sekedar sebagai alat undang-undang.
Hakim tak ubahnya sebagai abdi undang-undang yang tidak memiliki kewenangan
melakukan penafsiran guna mendapatkan nilai keadilan yang sesungguhnya.
3. Perbedaan Sistem Hukum Eropa
Kontinental Dengan Sistem Hukum Anglo Saxon
Beberapa perbedaan antara sistem hukum eropa
kontinental dengan sistem anglo saxon sebagai berikut :
- Sistem hukum eropa kontinental mengenal sistem peradilan administrasi, sedang sistem hukum anglo saxon hanya mengenal satu peradilan untuk semua jenis perkara.
- Sistem hukum eropa kontinental menjadi modern karena pengkajian yang dilakukan oleh perguruan tinggi sedangkan sistem hukum anglo saxon dikembangkan melalui praktek prosedur hukum.
- Hukum menurut sistem hukum eropa kontinental adalah suatu sollen bulan sein sedang menurut sistem hukum anglo saxon adalah kenyataan yang berlaku dan ditaati oleh masyarakat.
- Penemuan kaidah dijadikan pedoman dalam pengambilan keputusan atau penyelesaian sengketa, jadi bersifat konsep atau abstrak menurut sistem hukum eropa kontinental sedang penemuan kaidah secara kongkrit langsung digunakan untuk penyelesaian perkara menurut sistem hukum anglo saxon.
- Pada sistem hukum eropa kontinental tidak dibutuhkan lembaga untuk mengoreksi kaidah sedang pada sistem hukum anglo saxon dibutuhkan suatu lembaga untuk mengoreksi, yaitu lembaga equaty. Lembaga ibi memberi kemungkinan untuk melakukan elaborasi terhadap kaidah-kaidah yang ada guna mengurangi ketegaran.
- Pada sistem hukum eropa kontinental dikenal dengan adanta kodifikasi hukum sedangkan pada sistem hukum anglo saxon tidak ada kodifikasi.
- Keputusan hakim yang lalu (yurisprudensi) pada sistem hukum eropa kontinental tidak dianggap sebagai kaidah atau sumber hukum sedang pada sistem hukum anglo saxon keputusan hakim terdahulu terhadap jenis perkara yang sama mutlak harus diikuti.
- Pada sistem hukum eropa kontinental pandangan hakim tentang hukum adalah lebih tidak tekhnis, tidak terisolasi dengan kasus tertentu sedang pada sistem hukum anglo saxon pandangan hakim lebih teknis dan tertuju pada kasus tertentu.
- Pada sistem hukum eropa kontinental bangunan hukum, sistem hukum, dan kategorisasi hukum didasarkan pada hukum tentang kewajiban sedang pada sistem hukum anglo saxon kategorisasi fundamental tidak dikenal.Pada sistem hukum eropa kontinental strukturnya terbuka untuk perubahan sedang pada sistem hukum anglo saxon berlandaskan pada kaidah yang sangat kongrit.
Sumber:
Id.shvoong.com/law-and-politics/law/2223074-sistem-hukum-anglo-saxon/
m.hukumonline.com/klinik/detail/c11679
Makalah, Hukum, Law, Pengantar Hukum Indonesia (PHI)
Comments