Konsep Negara Kesejahteraan (Welfare State)
Makalah, Hukum, Law
Amich Alhumami, Retorika Negara Kesejahteraan, Harian Kompas.
Mahfud Marbun, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, Liberty, Yogyakarta, 1987.
RMAB Kusuma, Negara Kesejahteraan dan Jaminan Sosial, Jurnal Konstitusi, Vol.3, Februari 2006, Mahkamah Konstitusi, Jakarta, 2006.
Wofgang Friedman, The State and The Rule of Law ini a Mixed Economy, Stevens and Sons, London, 1971.
Moh. Mahfud MD, Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi, Pustaka LP3ES, Jakarta, 2006.
(kesimpulan)
Gagasan yang dimiliki setiap politisi di parlemen dan pejabat pemerintahan akan
sepaham mengenai cita-cita membangun sebuah pemerintahan negara yang bertujuan
menciptakan kesejahteraan rakyat. Tema yang selalu menjadi grand narrative
dalam wacana publik dan perdebatan politik. Di setiap penyelenggara
pemerintahan (eksekutif dan legislatif) sepakat membangun negara kesejahteraan
merujuk konsep orisinal, yang semula berkembang di Eropa Barat (Inggris,
Jerman) dan negara-negara Skandinavia (Finlandia, Swedia, Norwegia). Jika
memiliki kesamaan cita-cita membangun negara kesejahteraan, namun dalam banyak
hal yang amat fundamental pihak legislatif sering berseberangan dengan
eksekutif, terutama berkenaan dengan policy prescriptions, dalam membangun perekonomian
negara.
Tema kesejahteraan rakyat yang selalu mengemuka dalam perdebatan publik lebih
banyak retorika politik, yang berangkat dari interpretasi sepihak, baik di
kalangan pejabat pemerintah maupun politisi di parlemen. Dalam konteks ini,
perlu menyimak ulang ide negara kesejahteraan dengan merujuk pemikir-pemikir
klasik antara lain Asa Griggs, The Welfare state in Historical Perspective
(1961); Friedrich Hayek, The Meaning of the Welfare state (1959); dan Richard
Titmuss, Essays on the Welfare state (1958).
Buku Titmuss ini bisa dibilang karya magnum-opus yang secara mendalam mengupas
ide negara kesejahteraan sebagai berikut: "a welfare state is a state in
which organized power is deliberately used through politics and administration
in an effort to modify the play of market forces to achieve social prosperity
and economic well-being of the people".
Pemikiran tersebut dapat disarikan menjadi tiga hal esensial. Pertama, negara
harus menjamin tiap individu dan keluarga untuk memperoleh pendapatan minimum
agar mampu memenuhi kebutuhan hidup paling pokok. Kedua, negara harus memberi
perlindungan sosial jika individu dan keluarga ada dalam situasi rawan/rentan
sehingga mereka dapat menghadapi social contigencies, seperti sakit, usia
lanjut, menganggur, dan miskin yang potensial mengarah ke atau berdampak pada
krisis sosial. Ketiga, semua warga negara, tanpa membedakan status dan kelas
sosial, harus dijamin untuk bisa memperoleh akses pelayanan sosial dasar,
seperti pendidikan, kesehatan, pemenuhan gizi (bagi anak balita), sanitasi, dan
air bersih.
Merujuk tiga gagasan itu, jika dikaitkan dengan masa kini adalah pergeseran
pada sistem pemerintahan demokratis dan terlembaga, institusionalisasi politik
dan lembaga-lembaga pemerintahan yang menjadi ciri negara demokrasi modern
harus dan terus berproses menuju konsolidasi. Arah dan perkembangan peran
negara telah terjadi sebagai akibat proses modernisasi dan demokratisasi sistem
pemerintahan negara. Faham negara mengalami perkembangan dari Political state menjadi
Legal state dan akhirnya Welfare state. Ketiga faham tersebut semuanya
memanfaatkan kekuasaan yang dimiliki negara sebagai penentu kehendak terhadap
aktifitas rakyat yang dikuasainya. Negara “Welfare state” muncul sebagai
jawaban atas ketimpangan sosial yang terjadi dalam sistem ekonomi liberal. Pada
faham Negara Kesejahteraan sudah dikenal adanya pembagian (distribution) dan
pemisahan (separation) kekuasaan. Negara memiliki freies ermessen, yaitu
kebebasan untuk turut serta dalam seluruh kegiatan sosial, politik dan ekonomi
dengan tujuan akhir menciptakan kesejahteraan umum (bestuurszorg).
Negara kesejahteraan adalah suatu bentuk pemerintahan demokratis yang
menegaskan bahwa negara bertanggung jawab terhadap kesejahteraan rakyat yang
minimal, bahwa pemerintah harus mengatur pembagian kekayaan negara agar tidak
ada rakyat yang kelaparan, tidak ada rakyat yang menemui ajalnya karena tidak
dapat membayar biaya rumah sakit. Dapat dikatakan bahwa negara kesejahteraan
mengandung unsur sosialisme, mementingkan kesejahteraan di bidang politik
maupun di bidang ekonomi. Dapat juga dikatakan bahwa negara kesejahteraan
mengandung asas kebebasan (liberty), asas kesetaraan hak (equality) maupun asas
persahabatan (fraternity) atau kebersamaan (mutuality). Asas persahabatan atau
kebersarnaan dapat disamakan dengan asas kekeluargaan atau gotong royong.
Dalam bidang ekonomi, ada 4 fungsi negara, yaitu sebagai penjamin (provider)
kesejahteraan rakyat, negara sebagai pengatur (regulator), negara sebagai
pengusaha (entrepreneur) atau menjalankan sector-sektor tertentu melalui Badan
Usaha Milik Negara (BUMN), dan negara sebagai wasit (umpire) untuk merumuskan
standar-standar yang adil mengenai sektor ekonomi termasuk perusahaan negara
(state corporation). Fungsi negara seperti yang dikatakan oleh W. Friedmenn
tersebut menunjukkan bahwa sebenarnya dalam faham negara kesejahteraan negara
boleh campur tangan dalam bidang perekonomian. Berbeda dengan negara
kesejahteraan, negara penjaga malam berpendirian bahwa pemerintah sebaiknya
tidak ikut campur dalam bidang perekonomian. Doktrinnya Laissez Faire (Leave it
-economic system- alone), yakni ajaran yang menyatakan bahwa kesejahteraan
rakyat dapat meningkat bila pemerintah tidak ikut campur mengurusi
perekonomian. Semboyannya adalah "Pemerintah yang terbaik adalah
pemerintah yang tidak mencampuri urusan perekonomian" (The least
government is the best government). Ideologi utama negara penjaga malam adalah
unsure kapitalisme.
Secara historis konstitusional melalui penelaahan terhadap semua UUD yang
pernah dimiliki Indonesia dapat dibuktikan bahwa negara hukum Indonesia
menganut faham negara kesejahteraan. Adanya demokrasi ekonomi yang menjadi ciri
khas dari negara kesejahteraan tercermin juga pada Penjelasan UUD 1945 Pasal
33.
Amich Alhumami, Retorika Negara Kesejahteraan, Harian Kompas.
Mahfud Marbun, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, Liberty, Yogyakarta, 1987.
RMAB Kusuma, Negara Kesejahteraan dan Jaminan Sosial, Jurnal Konstitusi, Vol.3, Februari 2006, Mahkamah Konstitusi, Jakarta, 2006.
Wofgang Friedman, The State and The Rule of Law ini a Mixed Economy, Stevens and Sons, London, 1971.
Moh. Mahfud MD, Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi, Pustaka LP3ES, Jakarta, 2006.
http://www.kesimpulan.com/2009/04/konsep-negara-kesejahteraan-welfare.html
Comments